PT Indofarma Tbk (INAF) berhasil menurunkan kerugian bersih konsolidasi dalam enam bulan pertama 2011 sekitar 43,62 persen menjadi Rp23,329 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp41,397 miliar.
Menurut Direktur Utama Indofarma Djakfaruddin Junus di Jakarta, Jumat, penurunan kerugian itu ditunjang oleh keberhasilan perseroan mengantongi pertumbuhan penjualan bersih sekitar 32,47 persen dari Rp244,484 miliar menjadi Rp323,858 miliar.
Seiring dengan adanya naiknya penjualan, maka beban pokok penjualan pun ikut naik sebesar 32,62 persen menjadi Rp209,394 miliar, dari sebelumnya hanya Rp157,890 miliar. Beban penjualan tersebut secara langsung membuat beban usahanya naik dari Rp123,780 miliar menjadi Rp131,490 miliar.
"Menurunnya rugi bersih perseroan ini juga didukung oleh keberhasilan meraih pendapatan bunga dan laba kurs mata uang asing masing-masing sebesar Rp708,638 juta dan Rp634,875 juta," ujar Djakfaruddin.
Keberhasilan ini pun membuat total aset perseroan pada semester I-2011 naik tipis 4,11 persen menjadi Rp764,154 miliar dari Rp733,958 miliar.
Pada semester yang sama, perseoran mencatat peningkatan utang bank menjadi Rp160,192 miliar, dari periode yang sama tahun sebelumnya hanya Rp78,837 miliar. Namun utang usaha berhasil diturunkan dari Rp232,162 miliar kini menjadi Rp214,741 miliar.
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian BUMN tengah mengkaji pembentukan induk usaha (holding) farmasi. Rencananya, PT Kimia Farma dan Indofarma akan dilebur menjadi satu, sedangkan PT Biofarma Persero dikhususkan menjadi "stand loan".
"Kemungkinan holding farmasi ini baru akan tuntas pada kuartal I-2012," ujar Deputi Menteri BUMN bidang Industri Strategis dan Manufaktur Irnanda Laksanawan beberapa waktu lalu.
Pembentukan holding pada dasarnya untuk meningkatkan daya saing dan "value creation" untuk BUMN Farmasi sehingga mampu bersaing dengan perusahaan sejenisnya, tidak hanya di lingkup nasional, melainkan juga di lingkup global.